#1MugBeras

Peduli Rokatenda

Selasa, 19 Februari 2019

Ubud Number One


Christina POV

Motor Christian melewati gang yang biasa kami lewati jikai ingin pulang. Tentu bukan aku yang ingin pulang. Mungkin Christian. Entah kenapa, dari yang kubaca dia melewati jalanan ini. Suram.
Tapi, selalu. Ada yang bisa dibuatnya untukku agar semua bisa tenang. Semua bisa diam. Terutama aku dengan banyak mau.
Hari ini, Kami bersama hanya berdua. Berjalan karna bosan dari kota ke Ubud. Atau karna tiket Jim Jeffriess terlalu mahal untuk sama-sama kaum papah pasangan payah sederhana ini.
Kami memilih yang lebih murah, tapi bisa jadi membuat kami lebih capai seharian. Christian. Bukan aku.

Melewati jalanan yang samar-samar kuingat dari pesta literasi yang kuhadiri 2tahun lalu di Ubud, berubah. Sedikit saja, tapi ada yang menyenangkan disana. Kali ini ada Christian. Kali ini ada Aku sendirian.

“Babe, did you know Seniman Coffee Studio?” Christian tiba-tiba bertanya, diantara keheningan yang kami ciptakan sejak dari Denpasar sampai ke jantung Ubud.
“ Whelp, I ever heard about it. But i dont know where Babe, do you wanted me to googled it?” Kataku pelan memastikan hatiku tidak berlari ke jalanan kota. Fokusku bukan lagi ke Christian, tentu saja. Kepada menangkap kenangan sebanyak-banyaknya yang aku butuh, Sebanyak-banyaknya yang aku mau.
Tidak kudengar apapun dari Christian, tapi dari anggukan kepalanya, aku tahu itu adalah perintah untuk segera mencari letak warung kopi yang sepertinya sudah terlewat cukup jauh.
Tapi, terima kasih kepada teknologi. Kami tidak tersesat cukup lama. Mungkin karna Tuhan sedang memberikan kami sedikit waktu berdebat dan lebih banyak waktu untuk jadi dekat.

Satu  Hot Cappucinno Double shot, Satu Hot Mocha single shot dan Satu Chicken Casadilla menjadi pilihan kami berdua. Lagi.
Jangan tanya aku pesan makan apa. Aku menyerah. Melihat harganya aku sudah mual.
Dan mungkin Christian sudah tahu dibalik permisinya aku ke belakang, itu semua karna penyakit yang sama sekali aku coba untuk tidak memanjakan, tapi kenyataannya masih terus terjadi.
Disela waktu kami menunggu, aku seperti biasa mengumpulkan beraniku. Memandang wajah Christian.
Mencoba lebih pintar memilih mana perkataan yang tidak harus kumasukan dalam hati, dan tidak membuatku gelisah sepanjang hari. Christian banyak berbicara tentang Keluarganya. Aku mulai menyukai rumahku lebih ketika berada di sekitar Christian. Sebagian ruh kukirimkan ke rumah, melihat apa saja yang bisa kuambil dan kukeruk. Kubawakan ke meja kopi kami yang kecil di tengah hiruk pikuk tenang Ubud dan lalu lalang burung berlomba menjadi idola.
Tapi, selalu. Cerita ini kembali. Fakta ini menamparku sekali lagi. Christian berapi bercerita tentang bagaimana kami berdua tidak akan kemana-mana, aku mengangguk. Lebih cepat dari geluduk. Ingin kusangkal. Tapi aku tidak suka pemikiran dangkal tentang keindahan kisah cinta. Jadi aku tetap duduk disana sampai Christian berhenti berbicara. Membiarkan aku menyelanya sekali lagi dengan topik yang berbeda dari apa yang baru saja ia tuturkan. Aku tersenyum sepanjang perjalanan pulang.
Aku tidak ingin membunuh pikiranku sendiri dengan membiarkan seorang gadis ambisius memaki namaku melengking, memekakkan telinga. Ubud, adalah kemungkinan nomor satu, dari perjalanan menyenangkan melepas penat yang lain. Bagaimana jika bahwa jatuh cintaku bukan soal tubuh dan perasaannya. Tapi, soal kehadirannya dan kenyataan bahwa aku tidak pernah memiliki dia?.

Christian POV
Bangun dengan kepala berat, tidurku sangat amat sangat melelahkan. Bagaimana mungkin hari-hari di awal tahun di akhir bulan terasa begitu lambat. Melelahkan. Apalagi, perihal apa yang terjadi kemarin.
Bajingan. Kepalaku dihantam tanpa ada yang berani membengkam.
Dan lagi, ini. Punya pacar satu saja, tapi hebohnya seperti duduk seharian di acara kelurahan. Dari layar smartphone, nama Christina muncul.
Basa-basi. Aku tahu apa yang ingin Christy tanyakan. Tidak akan sampai setengah jam, dia akan menanyakan tentang rencana yang kami susun dari awal bulan.
Ke Ubud. Bersama. Berdua. Hari ini.
Dan, ya. Benar tebakanku. Christy betul-betul tidak memberiku setidaknya waktu untuk geler-geleran atau menikmati Kopi Hitam bahkan ketika jarum jam belum menunjukan jam sembilan. Oh. Theresia Christina Mawar. Baiklah! Akan kuwujudkan permintaanmu. Keinginanmu. Panggil aku Tuhan Kristus mulai dari sekarang. Kami akan memulai perjalanan. Aku hanya diam dan bersiap-siap.

Sejam beralu, aku sudah bersiap.
Motorku melaju sebaik emosiku yang harus kutahan, ada yang bisa kulakukan sekarang. Memperbaiki perasaan dan keluhku tentang hidup. Di tempat biasa, Christy menungguku. Harus bisa untuk terbiasa.
Dan untuk itu, aku akan membungkam mulutku selama aku masih bisa menemukan alasan kenapa hidupku terasa sedikit mati rasa.

---
Semesta Ubud 27 Januari 2019

Aku hanya ingin bercanda dengan orang yang aku kehendaki bisa tertawa diatas kegelisahan dan kepanikan dan meminta kembali ke rahim pulau ini, selama pulau ini masih diisi dengan orang baik, oleh mereka berdua. Aku akan selalu jadi hangat dan lembab yang mereka butuhkan.

Hari ini, sesuai perintah Tuhan.
Aku diminta untuk menahan tangis, jangan membiarkan Christian dan Christina kesal. Mereka datang sama seperti orang lain. Alasan mereka kembali, adalah karena mereka letih.
Dan aku menerima perintah Tuhan seperti yang sudah-sudah. Seperti biasanya.

Dari jauh, langit membisikkanku mereka sedang dalam perjalanan. Senangku menggelegar. Hatiku dipompa kebahagiaan. Mereka datang. Aku menangis. Dan terus menangis.
Matahari memberiku sedikit tamparan dengan memberikan pengertian.

“ Semesta Ubud, apa yang sedang kamu lakukan? Tidak kah kamu mengasihani Dua Insan ini. Lihatlah Christina. Berpura-pura bahagia. Agar rencana ini berjalan sempurna, dan Christian, kamu lihat sendiri bagaimana ia berusaha menelan ludahnya untuk menahan lelahnya agar bisa membuat setidaknya bukan hanya Christina Mawar bahagia, tapi juga dirinya.
Jangan jadi Egois, oh Semesta Ubud. Tolong tersenyum dan berbaikanlah denganku. Untuk hari ini saja. Mereka berdua sedang berusaha untuk terus jatuh cinta tanpa pura-pura. Tuhan telah memerintahkan kamu untuk tenang bukan? Tenanglah, tolong.”

Semesta Ubud terdiam, dihapusnya air matanya.
Dilihatnya betapa bersemangatnya anak gadis itu beranjak memeluk kembali jaket basahnya.
Dalam hatinya, Semesta Ubud berjanji tidak akan membuat Tuhan dan mereka berdua kecewa.

Christina POV

Oh jangan lagi, oh jangan bahas tentang ini lagi.
Sudah kesekian kali, Christian membawa topik ini kedalam pembicaraan kami. Sudah kuduga, tapi tidak bisa kuelak juga.

Datang kesini adalah permintaanku, jika dianggap seperti menunjukan keseriusanku. Ambil.
Tapi, Maafkan aku. Aku mencintai seseorang sampai aku lupa bahwa aku bukan siapa-siapa.

Alasan- alasan ini terus diulang didalam kepalaku, ketidaklayakanku atas menyukai ciptaan Tuhan yang baik membuat sedikit cerita tentang Ubud terasa sakit.

Semesta Ubud, mengedipkan matanya sekali padaku.
Katanya semua beres. Aku ingin percaya. Tapi wangi keringat dan kopi serta gemetar tangan Christian memutuskan kami pulang lebih awal. Semesta Ubud sudah menjadi Tuan Rumah yang baik. Titik temu yang menarik. Tapi pulang ke Denpasar adalah keharusan untuk menghindari intrik.

Christian POV

Ini dia 'Seniman Coffee Studio’
Yes. This is the Coffee Shop that Mom ever told me to at least tried if i will be able to go Ubud and wanted to have Coffee.
Its all nice. The ambiance. Even tho, okay. Its sunday.
There is a lots of people right here. Oh my god.
I wanted something. Okay lets eat.
Yeah. Christy wouldnt order food.
I knew it.
And i wont share. And i think she is fine with only her Hot Mocha with one shot. Look at her, she probably didnt wanted to eat at all, or she already ate before we came here. Like what she always do.

Christina Mawar, dia mulai banyak bergerak. Seperti yang selalu dia lakukan, tertawa setelah aku menceritakan masa SMA ku yang menurutku biasa saja. Anak ini, apa yang lucu?

Ubud membuat pipiku sedikit sulit bergerak, senyumku tidak mudah dibagi, tapi tidak untuk pengalaman ini, setidaknya untuk waktu yand dihabiskan sekarang.
Lewat beberapa waktu, aku hanya bisa memberikan cerita basi yang terus ku ulang kurang lebih seribu kali kepada Christy.
Untuk satu kali ini, mari dinikmati lewat secangkir kopi.


Semesta Ubud.
Pergilah, tinggalkan kenangan seperti sudah seharusnya. Kutunggu kalian berdua kembali lagi, dengan kesiapan untuk lebih percaya diri. Dengan lebih hangat kiriman suasana. Dan cerita kebaikan lainnya.

Christina POV
Dengan berakhirnya hari, apa aku harus masuk dalam remang- remang sekali lagi,
dengan kopi mungkin semuanya bisa diatasi. lagipula.
aku tahu diatas segala, aku tidak pernah menang dengan perasaanku.
yang terus jatuh cinta pada orang yang sama.




Jumat, 08 Februari 2019

Ini Tidak Membuang Waktu - Poetry



IniI Tidak membuang waktuku sama sekali,
Mencintai dan terbangun dengan wajah manismu sekali lagi.

Aku tidak mendamba pangeran
meski dalam raguku yang tidak luar biasa ini,
Sudah menjadi kebajikan, mencintai manusla. Tugasku yang utama.

Bersama - sama dan menopang satu luka teriris bersama.
Aku sama sekali tidak membuang waktuku dengan mencintaimu.

Benar aku cemburu, dengan apa dan siapa,
Memelukmu dan menangis adalah kontra.
Tidak akan kulakukan lagi.
Aku ingin berjanji. Meski tidak pasti.

Menulis akan memberiku sedikit ruang untuk bicara sejujur-jujurnya aku. Meski ada saja yang kusimpan,
dan kukantongi demi kebaikkan sendiri.

Ini tidak membuang waktuku sama sekali
Aku tidak pernah mencoba untuk menghentikan diriku.
menyukaimu sepatutnya, seharusnya.

Lebih dari pada itu, mari berusaha.
Percayalah Tuhan menyukai kita berdua.
dan sedang Dia berusaha mengubah rencana.