Christina POV
Motor Christian melewati gang yang biasa kami
lewati jikai ingin pulang. Tentu bukan aku yang ingin pulang. Mungkin
Christian. Entah kenapa, dari yang kubaca dia melewati jalanan ini. Suram.
Tapi, selalu. Ada yang bisa dibuatnya untukku
agar semua bisa tenang. Semua bisa diam. Terutama aku dengan banyak mau.
Hari ini, Kami bersama hanya berdua. Berjalan
karna bosan dari kota ke Ubud. Atau karna tiket Jim Jeffriess terlalu mahal
untuk sama-sama kaum papah pasangan payah sederhana ini.
Kami memilih yang lebih murah, tapi bisa jadi
membuat kami lebih capai seharian. Christian. Bukan aku.
Melewati jalanan yang samar-samar kuingat dari
pesta literasi yang kuhadiri 2tahun lalu di Ubud, berubah. Sedikit saja, tapi
ada yang menyenangkan disana. Kali ini ada Christian. Kali ini ada Aku
sendirian.
“Babe, did you know Seniman Coffee Studio?”
Christian tiba-tiba bertanya, diantara keheningan yang kami ciptakan sejak dari
Denpasar sampai ke jantung Ubud.
“ Whelp, I ever heard about it. But i dont know
where Babe, do you wanted me to googled it?” Kataku pelan memastikan hatiku
tidak berlari ke jalanan kota. Fokusku bukan lagi ke Christian, tentu saja.
Kepada menangkap kenangan sebanyak-banyaknya yang aku butuh, Sebanyak-banyaknya
yang aku mau.
Tidak kudengar apapun dari Christian, tapi dari
anggukan kepalanya, aku tahu itu adalah perintah untuk segera mencari letak
warung kopi yang sepertinya sudah terlewat cukup jauh.
Tapi, terima kasih kepada teknologi. Kami tidak
tersesat cukup lama. Mungkin karna Tuhan sedang memberikan kami sedikit waktu
berdebat dan lebih banyak waktu untuk jadi dekat.
Satu Hot Cappucinno Double shot, Satu Hot
Mocha single shot dan Satu Chicken Casadilla menjadi pilihan kami berdua. Lagi.
Jangan tanya aku pesan makan apa. Aku menyerah.
Melihat harganya aku sudah mual.
Dan mungkin Christian sudah tahu dibalik
permisinya aku ke belakang, itu semua karna penyakit yang sama sekali aku coba
untuk tidak memanjakan, tapi kenyataannya masih terus terjadi.
Disela waktu kami menunggu, aku seperti biasa
mengumpulkan beraniku. Memandang wajah Christian.
Mencoba lebih pintar memilih mana perkataan yang
tidak harus kumasukan dalam hati, dan tidak membuatku gelisah sepanjang hari.
Christian banyak berbicara tentang Keluarganya. Aku mulai menyukai rumahku
lebih ketika berada di sekitar Christian. Sebagian ruh kukirimkan ke rumah,
melihat apa saja yang bisa kuambil dan kukeruk. Kubawakan ke meja kopi kami
yang kecil di tengah hiruk pikuk tenang Ubud dan lalu lalang burung berlomba
menjadi idola.
Tapi, selalu. Cerita ini kembali. Fakta ini
menamparku sekali lagi. Christian berapi bercerita tentang bagaimana kami
berdua tidak akan kemana-mana, aku mengangguk. Lebih cepat dari geluduk. Ingin
kusangkal. Tapi aku tidak suka pemikiran dangkal tentang keindahan kisah cinta.
Jadi aku tetap duduk disana sampai Christian berhenti berbicara. Membiarkan aku
menyelanya sekali lagi dengan topik yang berbeda dari apa yang baru saja ia
tuturkan. Aku tersenyum sepanjang perjalanan pulang.
Aku tidak ingin membunuh pikiranku sendiri
dengan membiarkan seorang gadis ambisius memaki namaku melengking, memekakkan
telinga. Ubud, adalah kemungkinan nomor satu, dari perjalanan menyenangkan
melepas penat yang lain. Bagaimana jika bahwa jatuh cintaku bukan soal tubuh
dan perasaannya. Tapi, soal kehadirannya dan kenyataan bahwa aku tidak pernah
memiliki dia?.
Christian POV
Bangun dengan kepala berat, tidurku sangat amat
sangat melelahkan. Bagaimana mungkin hari-hari di awal tahun di akhir bulan
terasa begitu lambat. Melelahkan. Apalagi, perihal apa yang terjadi kemarin.
Bajingan. Kepalaku dihantam tanpa ada yang
berani membengkam.
Dan lagi, ini. Punya pacar satu saja, tapi
hebohnya seperti duduk seharian di acara kelurahan. Dari layar smartphone, nama
Christina muncul.
Basa-basi. Aku tahu apa yang ingin Christy
tanyakan. Tidak akan sampai setengah jam, dia akan menanyakan tentang rencana
yang kami susun dari awal bulan.
Ke Ubud. Bersama. Berdua. Hari ini.
Dan, ya. Benar tebakanku. Christy betul-betul
tidak memberiku setidaknya waktu untuk geler-geleran atau menikmati Kopi Hitam
bahkan ketika jarum jam belum menunjukan jam sembilan. Oh. Theresia Christina
Mawar. Baiklah! Akan kuwujudkan permintaanmu. Keinginanmu. Panggil aku Tuhan
Kristus mulai dari sekarang. Kami akan memulai perjalanan. Aku hanya diam dan
bersiap-siap.
Sejam beralu, aku sudah bersiap.
Motorku melaju sebaik emosiku yang harus
kutahan, ada yang bisa kulakukan sekarang. Memperbaiki perasaan dan keluhku
tentang hidup. Di tempat biasa, Christy menungguku. Harus bisa untuk terbiasa.
Dan untuk itu, aku akan membungkam mulutku
selama aku masih bisa menemukan alasan kenapa hidupku terasa sedikit mati rasa.
---
Semesta Ubud 27 Januari 2019
Aku hanya ingin bercanda dengan orang yang aku
kehendaki bisa tertawa diatas kegelisahan dan kepanikan dan meminta kembali ke
rahim pulau ini, selama pulau ini masih diisi dengan orang baik, oleh mereka
berdua. Aku akan selalu jadi hangat dan lembab yang mereka butuhkan.
Hari ini, sesuai perintah Tuhan.
Aku diminta untuk menahan tangis, jangan
membiarkan Christian dan Christina kesal. Mereka datang sama seperti orang
lain. Alasan mereka kembali, adalah karena mereka letih.
Dan aku menerima perintah Tuhan seperti yang
sudah-sudah. Seperti biasanya.
Dari jauh, langit membisikkanku mereka sedang
dalam perjalanan. Senangku menggelegar. Hatiku dipompa kebahagiaan. Mereka
datang. Aku menangis. Dan terus menangis.
Matahari memberiku sedikit tamparan dengan
memberikan pengertian.
“ Semesta Ubud, apa yang sedang kamu lakukan?
Tidak kah kamu mengasihani Dua Insan ini. Lihatlah Christina. Berpura-pura
bahagia. Agar rencana ini berjalan sempurna, dan Christian, kamu lihat sendiri
bagaimana ia berusaha menelan ludahnya untuk menahan lelahnya agar bisa membuat
setidaknya bukan hanya Christina Mawar bahagia, tapi juga dirinya.
Jangan jadi Egois, oh Semesta Ubud. Tolong tersenyum
dan berbaikanlah denganku. Untuk hari ini saja. Mereka berdua sedang berusaha
untuk terus jatuh cinta tanpa pura-pura. Tuhan telah memerintahkan kamu untuk
tenang bukan? Tenanglah, tolong.”
Semesta Ubud terdiam, dihapusnya air matanya.
Dilihatnya betapa bersemangatnya anak gadis itu
beranjak memeluk kembali jaket basahnya.
Dalam hatinya, Semesta Ubud berjanji tidak akan
membuat Tuhan dan mereka berdua kecewa.
Christina POV
Oh jangan lagi, oh jangan bahas tentang ini
lagi.
Sudah kesekian kali, Christian membawa topik ini
kedalam pembicaraan kami. Sudah kuduga, tapi tidak bisa kuelak juga.
Datang kesini adalah permintaanku, jika dianggap
seperti menunjukan keseriusanku. Ambil.
Tapi, Maafkan aku. Aku mencintai seseorang
sampai aku lupa bahwa aku bukan siapa-siapa.
Alasan- alasan ini terus diulang didalam
kepalaku, ketidaklayakanku atas menyukai ciptaan Tuhan yang baik membuat
sedikit cerita tentang Ubud terasa sakit.
Semesta Ubud, mengedipkan matanya sekali padaku.
Katanya semua beres. Aku ingin percaya. Tapi
wangi keringat dan kopi serta gemetar tangan Christian memutuskan kami pulang
lebih awal. Semesta Ubud sudah menjadi Tuan Rumah yang baik. Titik temu yang
menarik. Tapi pulang ke Denpasar adalah keharusan untuk menghindari intrik.
Christian POV
Ini dia 'Seniman Coffee Studio’
Yes. This is the Coffee Shop that Mom ever told
me to at least tried if i will be able to go Ubud and wanted to have Coffee.
Its all nice. The ambiance. Even tho, okay. Its
sunday.
There is a lots of people right here. Oh my god.
I wanted something. Okay lets eat.
Yeah. Christy wouldnt order food.
I knew it.
And i wont share. And i think she is fine with
only her Hot Mocha with one shot. Look at her, she probably didnt wanted to eat
at all, or she already ate before we came here. Like what she always do.
Christina Mawar, dia mulai banyak bergerak.
Seperti yang selalu dia lakukan, tertawa setelah aku menceritakan masa SMA ku yang
menurutku biasa saja. Anak ini, apa yang lucu?
Ubud membuat pipiku sedikit sulit bergerak,
senyumku tidak mudah dibagi, tapi tidak untuk pengalaman ini, setidaknya untuk
waktu yand dihabiskan sekarang.
Lewat beberapa waktu, aku hanya bisa memberikan
cerita basi yang terus ku ulang kurang lebih seribu kali kepada Christy.
Untuk satu kali ini, mari dinikmati lewat
secangkir kopi.
Semesta Ubud.
Pergilah, tinggalkan kenangan seperti sudah
seharusnya. Kutunggu kalian berdua kembali lagi, dengan kesiapan untuk lebih
percaya diri. Dengan lebih hangat kiriman suasana. Dan cerita kebaikan lainnya.
Christina POV
Dengan berakhirnya hari, apa aku harus masuk
dalam remang- remang sekali lagi,
dengan kopi mungkin semuanya bisa diatasi.
lagipula.
aku tahu diatas segala, aku tidak pernah menang
dengan perasaanku.
yang terus jatuh cinta pada orang yang sama.